SELAMAT DATANG


Mari Berbagi Pengetahuan
Indonesia dan Politik
Image by Cool Text: Logo and Button Generator - Create Your Own Logo

Laman

Selasa, 03 Mei 2011

Penggambilan Keputusan menurut Plato dan Aristoteles dan Refleksi Pemikiran Mereka Terhadap Kehidupan di Indonesia

Penggambilan Keputusan menurut Plato dan Aristoteles dan Refleksi Pemikiran Mereka Terhadap Kehidupan di Indonesia
 oleh Zakaria Abdul Ghani
Plato
Plato menggunakan metode dialog untuk mencari menemukan sebuah kebenaran. Ia bertanya pada orang lain dengan tanya jawab. Bertanya seolah-olah memang orang yang belum tahu terhadap hal yang ia tanyakan. Dalam dialognya tidak satu atau dua orang yang menjadi obyek. Tetapi, banyak orang yang diajak berdialog. Hal ini bertujuan agar data semakin banyak dan merupakan fakta yang lebih universal. Misalnya, dalam masa sekarang, orang ingin mengetahui bagaimana tingkat popularitas calon bupati X. Untuk mendapatkan jawaban, kebenaran dan fakta yang lebih akurat, orang itu tidak bertanya pada beberapa orang. Melainkan bertanya pada banyak kalangan tentang calon bupati X.

Aristoteles
Logika yang kita kenal sekarang adalah logika silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles. Aristoteles mengajarkan kepada kita tentang proses pengambilan kesimpulan dengan Silogisme yang terdiri dari pernyataan dalam bagian umum, khusus, dan kesimpulan. Sebuah cara untuk mengetahui hal, pengetahuan atau kebenaran dengan pengumpulan dua data yang yang umum dan khusus kemudian ditarik kesimpulan. Logika Aristoteles adalah suatu cara system berfikir deduktif yang sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran. Logika ini berfungsi untuk menarik sebuah kesimpulan dari dua hal yang umum dan yang khusus.
Dasar ajaran Aristoteles tentang logika berdasrkan atas ajaran tentang jalan pikiran (ratio-cinium) dan bukti. Jalan pikiran itu baginya berupa syllogismus (silogisme), yaitu dua putusan yang tersusun sedemikian rupa sehingga melahirkan putusan yang ketiga. Untuk dapat menggunakan syllogismus dengan benar, seseorang harus tahu benar sifat putusan itu.
Silogisme Aristoteles lebih mudah dipahami dengan persamaan berikut, jika A = B dan B = C maka A = C. Sebagai contoh, putusan A adalah “Semua siswa di SMP Negeri 1 Purwokerto lulus Ujian Nasional”. Putusan B adalah ‘Andi adalah siswa SMP Negeri 1 Purwokerto”. Maka, dapat ditarik kesimpulan yaitu C, C disini adalah “Andi lulus ujian”.
Meskipun Aristoteles adalah murid Plato. Namun ada perbedaan diantara keduanya. Perbedaan tersebut terlihat dari cara mereka dalam memperoleh kebenaran, jawaban, fakta  yang benar. Kesamaan Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking). Menurut saya, logika silogisme yang diajarkan Aristoteles hanya berputar mengenai hal, apakah itu benar atau salah. Dan juga mengenai hal itu baik atau buruk. Karena kesimpulan hanya berlaku untuk pemikiran manusia berdasarkan apa yang dilihat dan kurang menuju titik dibalik manusia. Manusia lebih banyak mempunyai hal yang tidak terlihat dari apa yang terlihat. Menurut saya, silogisme ini lebih menuju apa yang dilihat dan bukan kepada hal yang lebih. Misalnya, seseorang mempunyai ayah seorang perampok, mak ia juga belum tentu seorang perampok. Begitu juga dengan sifat manusia yang kurang bisa dipahami dengan silogisme. Dan sifat manusia bisa diamati dengan bertanya, berdialog, dan mengamati apa yang manusia itu lakukan. Misalnya, orang yang tidak mau memberi uang kepada fakir miskin adalah pelit. Anas tidak memberi uang kepada fakir miskin. Kesimpilannya, Anas adalah pelit. Dalam pengertian tersebut, Anas tidak memberi uang kepada fakir miskin tentu ada sebabnya, entah itu Anas tidak membawa uang atau ada sebab lainnya.


Refleksi Pemikiran Plato dan Aristoteles di Indonesia

            Jika kita lihat realita sekarang, pemikiran plato lah yang banyak berperan dalam pengambilan keputusan atau mencari sebuah kebenaran. Pemikiran Aristoteles saat ini pun masih berperan walaupun tidak terlalu dominan. Kecenderungan pamikiran Aristoteles saat ini digunakan dalam pengambilan keputusan awal. Misalnya, semua PNS miskin. Pak Aman adalah seorang PNS. Kesimpulan dalam logisme ini adalah Pak Aman miskin. Padahal tidak semua PNS miskin. Hal ini tergantung pada tingkatan golongan PNS tertentu. Namun, jika kita mengacu pada cara pengambilan kebenaran Plato, kita teliti terlebih dahulu pada banyak PNS, lalu kita berdialog tentang isu yang menyebutkan bahwa semua PNS dikatakan miskin.
            Jika kita melihat pengambilan keputusan di Indonesia, maka akan nampak dominasi pemikiran Plato. Sebagai contoh dalam penyelesaian kasus Bank Century, anggota Pansus untuk menyimpulkan sebuah keputusan mereka memanggil para ahli dan orang yang diduga terlibat. Kemudian, dari keterangan mereka didialogkan kedalam internal Pansus. Setelah itu, baru anggota Pansus menarik sebuah kesimpulan apakah kasus itu benar atau salah.
Menurut saya, metode plato dalam mencari definisi sesuatu dengan metode wawancara atau dialektik pada saat tertentu dapat memperoleh jawaba atau definisi yang kuat. Namun, pada saat yang mendesak metode itu menjadi lemah karena butuh waktu dan objek yang kita wawancara banyak. Bertanya kepada orang membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan dalam posisi yang mendesak akan menuntut waktu yang sedikit. Miaslnya, saat pengambilan keputusan untuk masuk ke universitas, saat ada dua atau beberapa universitas yang diterima, maka ada batas waktu penetapan untuk mengambil pilihan. Jika menggunakan metode Plato, akan dibutuhkan waktu yang lebih lama karena bertanya ke beberapa sumber. Jika menggunakan metode Aristoteles, dapat terjadi kesalahan.



Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar